MATERI PEMBINAAN
GURU
SEKOLAH MINGGU
GSRI CITRA
Jakarta, April
2019
KATA
PENGANTAR
Salah satu hal yang patut dimengerti
oleh seorang Pengajar Sekolah Minggu adalah menyadari panggilannya sebagai “Gembala untuk anak-anak”. Pengajar Sekolah Minggu juga harus belajar mengenal rekan-rekan yang
oleh kehendak Tuhan ditetapkan untuk
bersama-sama memberitakan firman Tuhan. Sebagai Pembina Sekolah Minggu
sekaligus pengajar, penulis sering
membaca buku, artikel, menghadiri
pembinaan pelayanan anak, dan menyaksikan video pelayanan anak. Tujuannya
supaya menambah wawasan dalam dunia pelayanan anak. Nyatanya dalam perjalanan pelayanan anakbersama
rekan-rekan, kami juga memikirkan
regenerasi dari Tim Pengajar di Sekolah Minggu. Hal in berarti kami merindukan ada jemaat yang terbeban untuk
melayani anak-anak Sekolah Minggu. Sebelum melayani di Sekolah Minggu, tentu
diperlukan pembinaan untuk jemaat yang terbeban untuk melayani di Sekolah
Minggu. Pada titik inilah penulis merasa perlu merangkum pemahaman penulis
mengenai pelayanan anak dalam sebuah makalah. Hal inilah yang mendorong
hadirnya makalah ini. Memang makalah ini
masih perlu diperbaharui, artinya Anda bisa mengoreksi dan menambahkannya.
Harapan penulis makalah bisa menjadi berkat bagi Pembina Guru Sekolah Minggu
dan para calon Guru Sekolah Minggu. Mengutip perkataan Rasul Paulus 1 Timotius 1:12 “Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan
aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena ia menganggap aku setia dan
mempercayakan pelayanan ini kepadaku.”
Soli
Deo Gloria.
Jakarta, April 2019
Ev. Erni Karma
BAB
1
PENDAHULUAN
Pada abad 18, Inggris sedang dilanda
krisis ekonomi yang sangat parah sebagai akibat Revolusi Industri untuk
menggantikan tenaga manusia. Akibatnya, banyak
penduduk meninggalkan usaha pertaniannya dan pergi ke kota untuk bekerja di
pabrik-pabrik, sekalipun dengan upah yang rendah. Masa ini
memaksa anak-anak meninggalkan bangku sekolah hanya untuk bekerja dengan gaji
yang sangat minim, sedangkan keuntungan pemilik industri
semakin bertambah. Akibatnya, akhlak anak-anak menjadi rusak karena para orang
tua yang sibuk mencari nafkah. Tingkat kriminal pun semakin hari semakin
meningkat sehingga banyak orang yang dipenjarakan. Pemerintah setempat hanya
fokus pada hukuman dan tidak mencari solusinya. Pada masa itu Robert Raikes sebagai
wartawan cetak di Gloucester Inggris melakukan pendekatan dengan beberapa
narapida, ada beberapa yang bertobat. Raikes sempat mengkritik pemerintah Inggris
melalui surat kabarnya. Adam Smith juga
melakukan hal serupa dengan kalimat kritiknya"setiap orang cenderung mencari
keuntunganya sendiri".
Namun usaha mereka tetap tidak mendapat respon dari pemerintah setempat.
Menyingkapi hal tersebut Raikes bertekad
mendirikan pendidikan Sekolah Minggu pada juli 1790. Pada waktu itu Sekolah
minggu dipertuntukkan untuk anak-anak yang kurang mampu. Di Sekolah Minggu
anak-anak membaca Alkitab, menghafal ayat-ayat hafalan dan lagu-lagu rohani.
Karena menurut Raikes buku pelajaran yang terbaik yang bisa dipakai adalah
Alkitab. Tujuan akhir dari Sekolah Minggu sendiri ialah menjadikan anak-anak
memiliki moral yang baik sesuai dengan ajaran Kristus.
Raikes kemudian mengumpulkan beberapa anak dan
meminta kesediaan beberapa ibu untuk mengajar anak-anak itu pada hari Minggu di
rumah mereka dengan imbalan 1 shilling sehari untuk bantuan ibu-ibu tersebut.
Setiap hari minggu anak-anak datang jam 10 pagi dan belajar
membaca hingga jam 12 siang. Kemudian mereka pulang untuk makan siang dan
kembali lagi pada jam 1 siang. Selanjutnya mereka diantar ke gereja untuk
beribadah. Selesai ibadah mereka kembali lagi ke Sekolah Minggu dan belajar
menghafal katekismus hingga jam 5 sore. Setelah itu mereka diperbolehkan pulang
dan selalu diingatkan untuk langsung pulang ke rumah dan tidak berbuat
keributan di jalan.
Dalam dua tahun, Sekolah Minggu
dibuka di beberapa sekolah dan di sekitar Gloucester. Raikes kemudian
mempublikasikan Sekolah Minggu melalui Gentleman's Magazine, dan juga Arminian
Magazine pada 1784. Akhirnya atas bantuan John Wesley (pendiri Gereja
Methodis), kehadiran Sekolah Minggu diterima juga oleh gereja, mula-mula oleh
Gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja Protestan lain. Pada tahun 1831, Sekolah
Minggu di Inggris telah mengajar 1.250.000 anak, sekitar 25 persen dari
populasi. Melihat keberhasilan Raikes, gereja kemudian mengambil alih model
pelayanan itu menjadi pekabaran Injil. Di abad ke-20 muncul bahan mengajar
pelajaran Sekolah Minggu yang berjenjang, dan mulai terjadi pergeseran dari
maksud utama untuk pekabaran Injil menjadi ajang pembinaan. Gereja memakai
pembinaan ini menjadi alat yang efektif dalam mengarahkan anak-anak kepada
Kristus. Akhir abad ke-19 sampai awal ke-20, muncul kesadaran untuk menangani
Sekolah Minggu secara lebih profesional. Ilmu pendidikan mulai diterapkan. Pada
tahun 1922 berdirilah "Internasional
Sunday School Council of Religious Education", yang pada tahun 1924
berubah nama menjadi "The
Internasional Council of Religious Education". Akhirnya
pelayanan anak melalui Sekolah Minggu juga hadir di Indonesia
BAB II
DASAR PELAYANAN SEKOLAH MINGGU
Iman
di dalam Tuhan Yesus bertumbuh dari
proses belajar kitab Suci dan mengalami Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab itu, Alkitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru adalah sumber dari pemberitaan Injil kepada anak-anak sekolah
minggu. Di dalam 2 Timotius 3:16 “Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk
mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam
kebenaran”. Hal ini
berarti bahwa segala tulisan yang diilhamkan theopneustos:
God-breathed berarti dinafaskan oleh Allah mempunyai kehidupan, pengertian
ini menyingkapkan sifat ilahi Kitab Suci
dan kuasa dari firman Tuhan dapat
menguduskan orang percaya. Karena itu segala tulisan yang diilhamkan
atau dinafaskan Allah tidak boleh diselewengkan maknanya seperti yang
ditegaskan oleh penulis surat Petrus dalam surat 2 Petrus 1:20-21 “Yang pertama yang harus
kamu ketahui, yaitu bahwa nubuat-nubuat dalam kitab suci tidak boleh
ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh
kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas
nama Allah.” Bagian
firman Tuhan ini jelas bahwa segala firman Tuhan yang dinafaskan Allah kepada
para penulis tidak dihasilkan oleh manusia, tapi oleh dorongan Roh Kudus
sehingga mereka dapat menuliskan firman Tuhan yang ada di tangan kita sampai
hari ini.
Berkenaan
dengan pentingnya pemberitaan firman
Tuhan kepada anak-anak. Nampaknya sebelum
Reikes memperkenalkan Sekolah Minggu. Ulangan 6:4-9 merupakan ide awal Tuhan tentang dunia
pendidikan anak. Secara detail Tuhan memberikan perintah kepada orang tua
termasuk para pengajar anak-anak untuk mengajarkan berulang-ulang, ketika
duduk, dalam perjalanan, sedang berbaring, dan bangun. Haruslah diikat sebagai
tanda di tanganmu, menjadi lambang di dahimu, dan haruslah dituliskan di tiang
pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. Kebenaran ini kemudian mendapat
perhatian serius dari orang tua Yahudi. Alkitab menjelaskan bahwa dalam budaya orang
Yahudi sistim pendidikan agama bermula di rumah, kemudian
ketika Allah menghendaki bangsa Yahudi membangun Bait Allah maka pendidikan
tidak hanya dipusatkan di rumah tetapi di
Bait Allah. Cara berpikir orang tua Yahudi sama seperti Raikes.
Bahwasannya tidak ada buku lain yang mereka memiliki
keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (torat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karyaNya.
Karena Pendidikan agama adalah kegiatan utama dan diintergrasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kitab
Talmud “Kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan
guru-gurunya.” Hal ini berarti bahwa bangsa
Yahudi adalah bangsa pertama yang menjalankan ide awal Tuhan tentang pendidikan
anak.
A. Pelayanan Anak Masa Perjanjian Lama (Ulangan 6:4-7)
2. Pada zaman pembuangan ke Babilonia, orang tua wajib
mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah lima tahun ke sinagoge
untuk dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat.
Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk
aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru menjadi fasilitator yang selalu
siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Tetapi tetap menjadi role model anak-anak.
B. Pelayanan Anak Masa Perjanjian Baru (1 Timotius 3:15)
1. Ketika orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia
diizinkan pulang ke Palestina, mereka meneruskan tradisi membuka tempat ibadah
sinagoge ini di Palestina sampai masa Perjanjian Baru. Tuhan Yesus, pada waktu
berumur 12 tahun pergi ke Bait Allah untuk merayakan Paskah bersama orang
tuanya, hal ini menunjukkan orang tuannya mengajarkan iman.
2. Tradisi mendidik anak-anak secara ketat terus berlangsung
sampai pada masa rasul-rasul (1 Timotius 3:15) dan
gereja mula-mula. Namun, tempat untuk mendidik anak perlahan-lahan tidak lagi
dipusatkan di sinagoge tetapi di gereja, tempat jemaat Tuhan berkumpul.
Materi dari pemberitaan Injil kepada
anak-anak Sekolah Minggu bersumber dari Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Setelah
pendidik memahami dasar dari materi pemberitaan Injil ia secara sadar dan di
dalam anugrah Tuhan haruslah berpegang teguh kepada firman Tuhan (Sola Scriptura) (Efesus 4:15), yang berisi tentang Injil Yesus
Kristus, hanya dengan iman (Sola Fide) (Galatia 3:11-13) dalam
Yesus Kristus (Solus Christus) (Efesus
1& 2) seseorang diselamatkan, semua
karena kasih karunia Tuhan jadi tidak ada seorang pun yang membanggakan diri (Sola Gracia) (Efesus 2:8-9), pada akhirnya semua untuk kemuliaan
Tuhan (Soli Deo Gloria) (Roma 11:36).
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pengajar Sekolah Minggu adalah kurikulum
yang akan disampaikan kepada anak didiknya dan usia dari peserta didik juga
perlu dipertimbangkan sehingga pesan firman Tuhan yang akan diceritakan kepada
anak-anak bisa mencapai learning outcome
yang ingin dicapai, dan tentu hal ini akan memudahkan seorang pendidik baik
dalam hal mengajar dan hal mengevaluasi materi yang diceritakan kepada
anak-anak sepanjang satu semester dan dalam mengevaluasi materi yang bersifat
tematik. Artinya kurikulum dan usia anak sangat mempengaruhi jalannya sebuah
proses pendidikan kepada anak-anak sekolah minggu.
C. Rung lingkup kurikulum yang diajarkan di Sekolah Minggu
antara lain:
1. Mengajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu tentang gambaran
yang benar mengenai Allah Tritunggal;
sifat-sifat Allah, karya Allah, firman Allah, hukum-hukum Allah, rencana
Allah.
2. Mengajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu tentang gambaran
yang benar mengenai manusia; Allah menciptakan manusia, manusia jatuh dalam
dosa, Allah menghukum manusia, rencana keselamatan Allah melalui Yesus Kristus,
manusia ciptaan yang baru.
3. Mengajarkan kepada anak-anal Sekolah Minggu tentang gambaran
yang benar mengenai alam semesta: Allah menciptakan alam semesta, alam
memelihara alam semesta, dan manusia.
D. Pembagian kelas sekolah minggu GSRI Citra
Dengan mempertimbangkan hal itu,
maka Sekolah Minggu GSRI Citra telah memberlakukan proses pembagian kelas yang
terbagi dalam lima kelas terdiri dari;
1. Kelas Kasih (0-5 tahun)
2. Kelas Sukacita (6-7 tahun)
3. Kelas Kesabaran (8 tahun)
4. Kemurahan (9 tahun )
5. Kebaikan (10-12 tahun).
E. Usia
perkembangan anak secara umum dalam tiap-tiap tahapan perkembangan.
1.
Perkembangan
usia kanak-kanak (0-5 tahun) :
a.
Jasmani:
Pertumbuhan jasmani berjalan dengan cepat, aktif mendengar, aktif bergerak,
berusaha untuk memperoleh ketrampilan otot.
b.
Jiwani:
Belajar melalui meniru,ingin tahu besar, fantasi kuat, mudah marah, ada rasa
takut, suasana hati gembira, simpati, belajar menolong, murah senyum, ingin
mengasihi, bahkan sejak usia tiga tahun mempunyai konsep pribadi sifatnya
banyak dipengaruhi oleh perasaan.
c.
Sosial:
Ada sikap negativitas, suka menirukan, muncul persaingan, suka bertengkar, dan
egois.
d.
Rohani:
Tuhan dikenal melalui bahasa dan konsep tentang Tuhan diperoleh dari keluarga,
sekolah minggu, taman belajar. Artinya mengenal Tuhan itu baik tergantung dari
perlakuan orang dewasa.
2.
Perkembangan
usia sekolah (6-12 tahun):
a.
Jasmani:
Periode ini disebut periode memanjang, secara fisik fungsi organ otak mulai
terbentuk mantap sehingga perkembangan kecerdasannya cukup pesat.
b.
Jiwani:
Anak mulai banyak melihat dan banyak bertanya, ada yang malu bertanya,
fantasinya berkurang karena melihat kenyataan, ingatan kuat daya kritis mulai
bertumbuh, kurang berinisiatif, suka berbagi, dan bertanggung jawab.
c.
Sosial:
Kegiatan anak mulai berkelompok dan mengarah pada tujuan tetapi masih
egosentris, simpati, kegiatannya hanya satu jenis dan mulai membuat “gang”
dengan kompetensi tinggi.
d.
Rohani:
Anak mulai memasukkan dalam pikirannya tentang Tuhan mulai memisahkan konsep
pikirannya tentang Tuhan mulai memisahkan konsep tentang Tuhan dengan orang
tuanya, mulai melihat dalam kehidupan orang tua dan mulai mengerti bahwa Tuhan
adalah yang suci, maha baik, penuh kasih, kudus, makin lama Tuhan dipadang
sebagai pahlawan.
F. Kelas persiapan Sekolah Minggu GSRI Citra
Kelas
persiapan merupakan dapur dari pengajar Sekolah Minggu. Mengingat Sekolah
Minggu adalah pondasi dari gereja. Karena itu, kelas persiapan harus dipimpin
oleh seorang hamba Tuhan yang benar-benar telah belajar teologi dengan baik dan
benar. Kelas persiapan perlu diikuti oleh seluruh pengajar Sekolah Minggu
artinya jika seorang pengajar tidak mengikuti kelas persiapan seharusnya tidak
diizinkan untuk menceritakan firman Tuhan. Sekalipun dia sudah memahami
sebagian isi dari cerita Alkitab. Hal ini dikarenakan yang penting disini
adalah adanya kesatuan hati untuk mendiskusikan inti yang akan diceritakan
tentu dengan tuntunan Allah Roh Kudus. Kelas persiapan yang dilangsungkan di
GSRI Citra setiap hari jumat jam 8 malam
bertempat di gereja. Cakupan pembahasan meliputi sejarah, latar belakang
budaya, kontek zaman Alkitab dan zaman sekarang yang kita sebut sebagai
pelajaran rohani atau inti dari cerita yang akan diceritakan kepada anak-anak
sekolah minggu. Ringkasan dari sebuah cerita umumnya tersingkap dalam ayat
hafalan, maka dari itu seorang pengajar perlu mendorong dan menjelaskan dengan
tepat kepada anak-anak Sekolah Minggu untuk menghafal dengan benar dan memahami
arti dan inti dari ayat yang dihafalkan.
G. Metode Belajar
a.
Cerita:
1.
Membaca bahan pelajaran.
2.
Alur cerita harus sistematis
sehingga intinya dapat dipahami oleh anak.
3.
Media Power Point (laptop atau
komputer)
4.
Gunakan kata-kata yang sederhana dan
mudah dimengerti oleh anak.
5.
Gunakan ilustrasi atau pengalaman
hidupmu bersama Tuhan. Cat. Tidak selalu.
6.
Atur suara supaya tidak menoton.
7.
Anak-anak harus menghafal ayat
hafalan.
8.
Harus ada kesimpulan dari cerita.
b.
Tanya jawab:
1.
Bersifat mencari informasi dan
sesuai dengan pokok pelajaran. Pertanyaan bisa dalam bentuk lisan atau tulisan.
Jika kesulitan untuk menjelaskan sebaiknya dalam bentuk tulisan.
2.
Membaca bahan pelajaran
3.
Bersifat aplikatif sehingga
anak-anak tidak kesulitan mencari jawabannya.
4.
Anak-anak menghafal ayat hafalan.
5.
Harus ada kesimpulan dari setiap
pertanyaan dan jawaban.
c.
Drama:
1.
Membaca bahan pelajaran.
2.
Siapkan video atau gambar yang
sesuai dengan pelajaran, ditonton/diperhatikan dengan cermat kemudian
diperagakan ulang.
3.
Usahakan anak-anak antusias untuk
memperagakan tokoh yang ada dalam video atau gambar.
4.
Atur suara supaya tidak menoton.
5.
Evaluasi hasil peragaan anak-anak apakah tepat
seperti pokok pelajaran.
6.
Anak-anak menghafal ayat hafalan
7.
Harus ada kesimpulan.
H. Bagaimana Anak
Belajar?
1.
Proses
belajar terus-menerus
2.
Proses
belajar melalui panca indra
3.
Proses
belajar melalui kegiatan di kelas dan luar kelas
4.
Proses
belajar terjadi ketika anak sudah siap untuk belajar
5.
Proses
belajar meniru
BAB III
PENDIDIK SEKOLAH MINGGU
Mengacu
pada perkataan Tuhan Yesus Kristus sendiri: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang
kepada-Ku, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Surga”
Markus 10:14. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus menghendaki supaya
anak-anak kecil juga datang kepadaNya untuk mendengarkan firman Tuhan. Maka
dibutuhkan Pendidik anak-anak atau pengajar Sekolah Minggu yang bisa membantu
orang tua untuk membimbing anak-anak Sekolah Minggu untuk belajar firman Tuhan. Tujuan
utama pendidikan Kristen adalah mengajar anak-anak takut akan Tuhan, hidup
menurut jalan-Nya, mengasihi-Nya, melayani-Nya dengan segenap hati dan jiwa
mereka (Ulangan 10:12-14), dan menceritakan pengalaman hidup bersama Tuhan.
Karena mendidik anak dalam kebenaran firman Tuhan berlainan dengan pendidikan sekuler
yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang penuh ambisi untuk sukses,
mandiri, dan percaya pada kekuatan diri sendiri. Sedangkan pendidikan Kristen mendidik
anak-anak untuk memiliki sikap mementingkan Tuhan di atas segala-galanya, taat
pada Tuhan, dan bergantung pada kekuatan Tuhan untuk terus berkarya.
Nilai-nilai yang penting dalam pendidikan Kristen adalah kasih, ketaatan,
kerendahan hati, dan kesediaan untuk ditegur.
A.
Kompetensi Dasar Guru Sekolah Minggu
1.
Kompetensi kerohanian yaitu kemampuan
mengelolah waktu untuk bersekutu dengan Tuhan, pekerjaan, keluarga dan
pelayanan.
2.
Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan
memiliki kepribadian mantap, stabil, dewasa, bijaksana, berwibawa, menjadi
teladan bagi anak-anak Sekolah Minggu.
3.
Kompetensi professional yaitu kemampuan
menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing anak-anak Sekolah Minggu memenuhi kurikulum yang ingin dicapai.
4.
Kompetensi sosial yaitu kemampuan untuk
berkomunikasi dan berhubungan sosial secara efektif dengan anak-anak Sekolah Minggu,
sesama Guru Sekolah Minggu, orang tua/wali anak-anak Sekolah Minggu, jemaat dan
masyarakat luas.
5.
Kompetensi Pedagogi adalah kemampuan
pendidik untuk mengelolah kegiatan pembelajaran. Kemampuan ini meliputi
pemahaman Guru Sekolah Minggu terhadap anak-anak Sekolah Minggu, kemampuan
merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar, kemampuan mengevaluasi hasil
mengajar, dan kemampuan mengembangkan/mendorong anak-anak Sekolah Minggu untuk
mengaktualisasikan diri secara maksimal.
B.
Kualifikasi Guru Sekolah Minggu
1.
Guru Sekolah Minggu adalah orang
kristen sejati, maksudnya sudah lahir baru dan sudah dibaptis atau sidi. Luk
6:39 - “Yesus
mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: ‘Dapatkah orang buta menuntun
orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?”.
Apa ciri dari orang kristen yang
sejati?
i.
Mempunyai keyakinan keselamatan di dalam
Yesus Kristus.
ii.
Mempunyai pengertian yang baik
tentang dasar-dasar kekristenan.
iii.
Ada kerinduan untuk hidup terus-menerus dibaharui oleh Tuhan.
iv.
Mempunyai kerinduan terhadap Firman
Tuhan dan berdoa.
v.
Mempunyai beban untuk memberitakan Injil.
2. Guru Sekolah Minggu haruslah orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang firman Tuhan, dan selalu belajar firman Tuhan. (1 Timotius 4:13-16).
3. Guru Sekolah Minggu haruslah orang yang memang dipanggil Tuhan untuk melakukan pelayanan sebagai Guru Sekolah Minggu. (Roma 12: 13-16 dan 1 Timotius 1:12).
4. Guru Sekolah Minggu haruslah orang yang mau mengajar
inti Injil kepada anak-anak (Yohanes 3:16), adalah “Injil dalam bentuk mini” oleh Martin Luther.
5.
Guru Sekolah Minggu harus rajin
berdoa untuk pelayanan dan anak-anaknya (Kolose 1:3-4,9-12).
6.
Guru Sekolah Minggu seharusnya bisa
bersahabat dengan anak-anak. (Matius 18:10).
7.
Guru Sekolah Minggu haruslah orang
yang suka belajar untuk mengembangkan bakat dan talenta yang Tuhan berikan
seperti; mengikuti seminar, membaca bacaan terkait dengan pelayanan anak,
pendalaman Alkitab, dan bidang musik.
8.
Guru Sekolah Minggu harusla orang
mau ditegur oleh mentor atau sesama rekan pelayanan tidak menuntut kemungkinan
dari anak didik atau orang tua para nara
didik.
C.
Pemahaman Guru Terhadap Anak Sekolah Minggu
Memahami
anak Sekolah Minggu dapat dilakukan dengan mempelajari karakter, kebutuhan dan
tahapan perkembangan usia anak. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan
dan penetapan strategi kegiatan di Sekolah Minggu. Jika kegiatan yang dipilih
terlalu tinggi tingkat kesulitannya maka anak akan sulit untuk mengerti inti
dari materi yang diceritakan. Ada beberapa hal yang penting tentang psikologi anak yang perlu
dipelajari dan dipahami sebelum melayani anak-anak;
Kebutuhan
Dasar Anak:
1.
Anak
membutuhkan kasih sayang.
2.
Anak
membutuhkan rasa aman.
3.
Anak
membutuhkan disiplin .
4.
Anak
membutuhkan kebebasan untuk mengaktualisasikan diri.
5.
Anak
membutuhkan penghargaan.
D.
Prinsip Penerimaan Pengalaman Pendidikan
Bagi Anak
1.
Semua pengalaman belajar anak dapat
mempengaruhi dan membentuk karakter dan arah hidupnya; seperti yang dikatakan
oleh Dorothy Law Notle:
Jika
anak hidup dengan kritikan, ia belajar untuk menghakimi.
Jika
seorang anak hidup dengan kebencian, ia belajar kebencian.
Jika
seorang anak hidup dengan ejekan, ia belajar untuk menjadi malu.
Jika
seorang anak hidup dengan dipermalukan, ia belajar untuk merasa bersalah.
Jika
seorang anak hidup dengan dorongan, ia belajar keyakinan diri.
Jika
seorang anak hidup dengan pujian, ia belajar untuk menghargai.
Jika
seorang anak hidup dengan keadilan, ia belajar keadilan.
Jika
seorang anak hidup dengan aman, ia belajar aman.
Jika
seorang anak hidup dengan pengesahan, ia belajar untuk menyenangi dirinya.
Jika
seorang anak hidup dengan penerimaan dan persabatan, ia belajar untuk mengasihi
dunia.
2.
Kepribadian anak mudah dibentuk pada usia
dini.
3.
Setiap
tahap perkembangan anak membutuhkan pembinaan khusus.
4.
Setiap
anak menunggu untuk dibentuk oleh orang pendidiknya
BAB
IV
SOP
PENDIDIK SEKOLAH MINGGU GSRI CITRA
Laose GSRI Citra adalah pengajar
yang mau melayani anak-anak Sekolah Minggu, sebagai Pembina penulis menyakini
bahwa mereka dipanggil oleh kehendak Allah, dan berikan tugas dan wewenang oleh
Allah melalui hamba Tuhan dan Jemaat, untuk melayani anak-anak sebagai generasi
dari GSRI CITRA sesuai karunia-karunia yang Tuhan berikan.
a.
Ikut memelihara atau menjaga kehidupan
rohani anak-anak Sekolah Minggu.
b.
Bertanggung jawab dalam mendorong
anak-anak untuk memberitakan Injil.
Pembina
Sekolah Minggu: Ev.
Erniati Tabita Karma
i.
Memimpin dan mengatur seluruh
penatalayanan Sekolah Minggu seperti kelas persiapan setiap minggu. Jika
berhalangan perlu komunikasikan dengan rekan-rekan hamba Tuhan.
ii.
Membuat kurikulum Sekolah Minggu yang
sesuai dengan Visi dan Misi Gereja.
iii.
Membantu mengingatkan PIC dari setiap
Event yang akan dilaksanakan di Sekolah Minggu.
iv.
Mendorong Laose Sekolah Minggu untuk
mengikuti pembinaan dalam bidang pelayanan anak.
v.
Melakukan kunjungan ke anak-anak Sekolah
Minggu.
vi.
Mengganti Laose yang tidak bisa mengajar
karena berhalangan.
vii.
Bertanggung jawab kepada Diaken
Penghubung dari Sekolah Minggu dan rapat Pleno Majelis.
Laose-Laose
GSRI Citra: Ls. Janice,
Ls. Abigail, Ls. Ming Ay, Ls. Jason, Ls. Liang-liang, Ls. Wang-wang, Ls. Tek
Jin, dan Ls. Mulyadi.
i.
Kelas Persiapan setiap hari jumat jam 8
malam di gereja. Latihan Musik dan WL
setiap hari jumat atau Sabtu. Hadir di
Sekolah Minggu jam 8:30 WIB.
ii.
Membantu Pembina untuk merancang
kurikulum Sekolah Minggu, mengingat
ulang tahun anak-anak Sekolah Minggu dan
absensi kehadiran anak-anak Sekolah
Minggu.
iii.
Memimpin proses belajar mengajar di
kelas masing-masing. Setelah ibadah
membereskan: LCD dan Laptop ke ruang hamba Tuhan, keyboard,
mike rophone
di ruang SM, dan uang Persembahan ke Dkn.
Nila.
iv.
Menghadiri program persekutuan dan ibadah
yang ada di gereja seperti; Ibadah
Minggu, CFC, dan Doa Pagi. Terlibat dalam
pelayanan sosial yang dilaksanakan
di gereja.
v.
Mengingat jadwal pelayanan. Jika
berhalangan perlu diinfokan satu minggu
sebelumnya kepada Pembina Sekolah Minggu.
vi.
Bersama Pembina mengunjungi anak-anak
Sekolah Minggu dan bersedia
mengikuti pembinaan.
vii.
Bertanggung jawab kepada Pembina Sekolah
Minggu.
BAB
V
KESIMPULAN
Ulangan
6:4-9 merupakan ide awal Tuhan Allah tentang dunia pendidikan anak. “Dengarlah,
hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu
dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah
juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu
dan pada pintu gerbangmu.” Dengan demikian, seorang pengajar
anak Sekolah Minggu harus memahami bahwasannya sumber pemberitaan Injil untuk
anak-anak adalah ide dari Tuhan. Sebab itu, Alkitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru menjadi sumber dari seorang pengajar Sekolah Minggu. Sebab,
Alkitab adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan (2 Timotius 3:16). Ilmu pengetahuan tidak memimpin kepada
kekekalan kecuali kebenaran dari sang Pencipta. You have
made us for yourself, O Lord, and our hearts are restless until they rest in
you (Augustine of Hippo).
BAB
VI
DAFTRAR
PUSTAKA
Boehlke, Robert R.,
PhD, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari
Yohanes Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK di Indonesia, BPK Gunung Mulia,
2011.
Kitab
Talmud adalah catatan tentang diskusi para rabi
yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika,
kebiasaan dan sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar